(Aplikasi Prinsip
‘Kosong – Isi’ dalam perspektif Psikologi)
Untuk para praktisi Tai Chi atau
yang sudah punya jam terbang cukup tinggi dengan latihan Tai Chi mungkin
pembicaraan ini tidak perlu lagi dibahas. Tapi untuk para awam yang masih terus
berdatangan dan berusaha mencari tahu apa dan bagaimana olahraga ajaib ini,
maka masih perlu kita paparkan di sini.
Dualisme yang berkembang di
masyarakat adalah bahwa Tai Chi dikenal sebagai beladiri seperti dalam film Tai
Chi Master (oleh Jet Lee) di tahun 1980-an. Sementara dalam berbagai jurnal
kesehatan atau kedokteran modern, olahraga ini dianggap sebagai terapi
penyembuh berbagai penyakit dan pemelihara kesehatan tubuh. Ada yang bingung,
ada pula yang bertentangan hingga berantem memperebutkan pendapat ini. Keluar
dari dualisme itu, yang lebih penting sebenarnya adalah cara pandang tentang
Tai Chi karena itu akan mempengaruhi sikap kita dan bahkan hasil latihan kita.
Secara historis, Tai Chi adalah
sebuah beladiri (T’ai Chi Chuan = ‘tinju’ Tai Chi). Sebuah seni bertarung yang
dikembangkan dari falsafah “keharmonisan”. Frase T’ai Chi sendiri dalam
khasanah Taoisme berarti puncak tertinggi, kesempurnaan, akhir yang paling
baik, atau dobel ekstrem (ketinggian dan kedalaman). Dengan mempersambungkan
Yin dan Yang, nyata dan maya, melakukan perubahan tiada henti laksana
siang-malam atau musim di bumi, maka seni bergerak ini bukan saja menjadi
beladiri yang tinggi nilainya tapi juga sangat bermanfaat bagi tubuh. Seni
beladiri sebagai seni bergerak melibatkan anggota badan. Maka dari itu gerakan
yang dilakukan pasti mempunyai efek terhadap tubuh. Sesuai legenda, para
praktisi Tai Chi Chuan sehat-sehat dan panjang umurnya. Sedangkan sesuai
penelitian para dokter, orang yang berlatih Tai Chi menjadi selalu sehat atau berhasil
sembuh dari sakitnya.
Keduanya betul, Tai Chi Chuan
adalah sebagai olahraga yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, tapi juga
sebagai beladiri yang efektif. Namun faktanya, untuk menguasai beladiri Tai Chi
(seperti beladiri apapun juga) dibutuhkan latihan yang tekun dan spesifik.
Kemampuan beladiri Tai Chi tidak bisa diperoleh hanya dengan senam bersama
menggunakan music yang satu jam saja selesai. Untuk menguasai beladirinya,
orang harus tahan berjam-jam berlatih di bawah bimbingan master yang mumpuni.
Seringkali latihannya sangat membosankan, karena melakukan sesuatu yang sama
dalam waktu lama, atau mengulang-ulang gerakan yang sama. Beberapa praktisi Tai
Chi bahkan mengatakan, “untuk menguasai beladiri lain, 5 tahun cukup. Tapi
untuk Tai Chi, 10 tahun belum ada apa-apanya”.
Berbeda dengan beladiri, Tai Chi
sebagai senam kesehatan adalah sebuah terapi. Baik kata ‘terapi’ ataupun
‘senam’ keduanya mempunyai pemaknaan yang sama, yaitu dilakukan berulang-ulang
secara rutin. Tujuannya jelas, menyehatkan diri, jiwa maupun raga, baik sebagai
penyembuhan (kuratif) maupun pencegahan (preventif), plus penjagaan
(maintenance). Terapi dengan Tai Chi pun caranya juga berbeda antara master/
pelatih satu dengan lainnya. Ada yang memberikan gerakan-gerakan tertentu
sesuai “kebutuhan”, ada juga yang mengenalkan satu set jurus lengkap, atau
membuat sebuah acara senam bersama yang rutin. Ada juga yang memberikan latihan
secara ringan, hanya sebagai senam belaka, tapi ada juga yang berani
mengajarkan secara utuh beserta materi beladirinya. Meski tujuannya sama, tapi
caranya bisa banyak berbeda. Tapi yang bisa kita lihat secara umum adalah,
senam bersama Tai Chi, dengan music, hanyalah senam kesehatan dan bukan latihan
beladiri.
Biasanya, orang terjebak dalam
salah satu dualisme tersebut diatas karena secara psikologis ia melakukan
‘pembelaan’ terhadap nilai yang diikutinya. Ada juga yang melakukan ‘defense’ sehubungan
dengan kelemahan masing-masing, factor traumatis, atau kesan buruk terhadap
sesuatu. Misalnya, seorang lansia yang sudah memiliki kelemahan fisik, dan
baginya Tai Chi adalah kegiatan yang menyenangkan (bisa karena mirip
tari-tarian, memakai music, atau lainnya), atau tidak menyukai (sudah
meninggalkan) dunia kekerasan. Bisa jadi orang seperti itu akan menolak
statemen bahwa Tai Chi adalah beladiri, sehingga tatkala ada pertunjukan jurus
Tai Chi yang lebih Nampak sebagai beladiri (misalnya jurus pedang), ia akan
menyikapinya dengan dingin. Jika orang bicara soal aplikasi beladiri, atau
tentang Tui Shou pun mungkin orang seperti ini akan menunjukkan ketidaksukaan
atau bahkan melontarkan komentar kontradiktif.
Lain halnya dengan pemuda gagah
yang sedang sangat enerjik, ketika ia melihat Tai Chi sebagai ilmu pertarungan
tingkat dewa maka ia cenderung mengejek atau minimalnya apatis pada omongan
tentang kesehatan dalam Tai Chi. Ia akan lebih bersemangat ketika diterangkan
bagaimana aplikasi gerakan-gerakan tertentu, atau falsafah dan bahasan lain
yang menjurus pada menjadi pemenang dari suatu pertarungan. Mungkin orang
seperti ini akan rela melakukan kuda-kuda berjam-jam atau mengulang
latihan-latihan kepekaan yang begitu-begitu saja daripada membicarakan soal
konsep sehat organ dalam dengan chi dan napas.
Kenapa orang mengejek?
Jawabannya: orang memuliakan
sesuatu (memberi nilai), ketika sesuatu itu di nilai lebih rendah oleh orang
lain, ia meninggikan nilai itu dengan cara merendahkan nilai orang lain (yang
dianggap merendahkan nilai ‘sesuatu’nya tadi).
Apa yang seharusnya terjadi? Well,
menurut falsafah Tai Chi, kita ini belajar mengenai kekosongan. Para pendeta Tao di Gunung Wudang berpendapat, setiap
melakukan kegiatan harian, kita meng’isi’ dan dengan melakukan Tai Chi kita
meng’kosong’. Wei Wu Wei, bergerak
tanpa bergerak, being still alias
menjadi tetap, berbeda dengan tidak melakukan apapun. Secara gampang, jika kita isi, maka kita
“kena”. Jika kosong maka “tidak kena” (tidak ada yang dikenai). Jika kita
‘kosong’ maka apapun yang mengarah pada kita akan lewat begitu saja, tidak
tersinggung atau merasa terhina. Ini adalah falsafah tentang bagaimana
bersikap, mengelola jiwa, perasaan dan pikiran. Sebab Tai Chi bukan hanya olah
raga/ fisik, tapi juga mencakup aspek mental (fokus, konsentrasi, ketenangan, self-awareness,
kesadaran, pengendalian, kesabaran, dinamisasi & adaptasi, dll.).
Orang yang tidak berusaha “kosong”
akan merasa “terkena” atas segala sesuatu pada dirinya. Ini juga yang
memunculkan sikap sombong atau sok, misalnya tidak mau disalahkan oleh pelatih
ketika gerakannya dianggap salah. Orang yang tidak kosong merasa terbentur atau
terancam sehingga melakukan defense. Hal
ini disebabkan oleh tendensi yang dibentuk di awal mula berlatih, tujuan kenapa
latihan. Namun jika kita bersikap pasrah seperti cangkir kosong, maka apapun
yang diberikan pelatih/ guru akan kita terima dengan lega hati. Konflik antar
sesama praktisi juga hanya akan menjadi dinamisasi dan ajang adaptasi, bukan
kompetisi.
Kekosongan, dalam falsafah Taoisme
bisa diibaratkan seperti memelihara semuanya tapi tidak memiliki semuanya.
Seperti merawat pohon-pohon di gunung, tapi tidak memilikinya, jadi tidak
keberatan ia ditebang siapapun, dan tidak pula ingin menebangnya untuk
memanfaatkan. Para pertapa gunung hanya mengambil seperlunya saja, dan
meninggalkan sisanya, namun merawat untuk kelangsungan generasi berikutnya.
Kita mestinya menerima bahwa Tai
Chi dilahirkan sebagai beladiri, dan dikembangkan baik sebagai terapi kesehatan
maupun beladiri itu bersamaan. Meskipun jika didalami, keduahal tersebut masih
terlalu dangkal untuk menjabarkan apa sebenarnya ilmu ini. Walaupun kita
masing-masing punya perbedaan tujuan dalam berlatih, namun dengan memahami
“asal-muasal” maka mestinya kita menerima perbedaan pendapat setiap praktisi,
atau bahkan orang awam sekalipun. Dengan penerimaan berbasis kekosongan, maka
tidak perlu ada silang pendapat apakah Tai Chi itu untuk kesehatan “saja”
ataukah untuk beladiri “juga”. Batasan yang ada adalah masing-masing,
tergantung niat dan komitmen, sehingga yang memetik hasilnya juga masing-masing
sesuai tujuannya semula.
Nah, dari sini semoga para pembaca
khususnya yang awam dan umumnya semua orang, mampu menjadi lebih bijak dalam
berlatih Tai Chi Chuan. Kebijakan itu dinampakkan sebagai sikap terbuka dan saling
menghargai. Sedangkan dalam aplikasi mentalitas internal, kita berusaha semampu
kita meneladani prinsip-prinsip Tai Chi atau membimbing diri kita sesuai wisdom yang kita temukan dalam Tai Chi.
Bagi yang belum berlatih, semoga dimudahkan jalannya menuju manfaat yang luar
biasa dari olahraga ini. Salam Sehat dan Panjang Umur!
Posting Komentar