Tai Chi Beladiri vs Kesehatan: Alasan atau Kebutuhan?

DISKUSI AWAL : NIAT
Semisal ada pertanyaan, “berapa lama saya harus belajar, sehingga menjadi jagoan berkelahi?”, atau “bisakah saya menjadi seorang Tai Chi Master bersertifikat?”, atau minimalnya, “saya ingin bisa beladiri dengan cara Tai Chi karena saya tidak cocok dengan beladiri yang pernah saya pelajari sebelum-sebelumnya..”..
Pertanyaan tipe lain: “Saya sakit diabetes, berapa lama saya bisa sembuh dengan senam Tai Chi?”, “Apakah Tai Chi bisa bikin anak saya jad pintar?”, atau, “Mana yang lebih baik untuk relaksasi, Yoga atau Tai Chi?”…
Kadang juga ada komentar miring seperti berikut:
“Tai Chi itu kan cuma untuk orang-orang tua…Kalau orang muda mending main futsal..”
“Tai Chi itu tenaga dalam kan? Pake jin ya?…”
“Kalau olahraga kenapa Tai Chi gerakannya pelan? Kapan bisa berkeringat?”
“Tai Chi beladiri asing, tidak nasionalis, mending pencak silat aja..”
“Tai Chi enggak keren, mending Taekwondo, soalnya saya kan suka K-Pop..”
Mengutip seorang tokoh, Ali bin Abi Thalib r.a., “Jangan katakan seperti apa dirimu, karena orang yang menyukaimu tidak butuh itu, dan orang yang membencimu tidak percaya itu.” Memang tidak begitu ada bedanya kita meng-ekspose tentang Tai Chi atau menyimpannya rapat di balik pintu gerbang perguruan. Namun, tak kenal maka tak sayang, dan membiarkan orang mengetahui keberadaan (mengenal) kita adalah tindakan yang sopan. Maka dari itu mari kita bahas sedikit mengenai apa dan bagaimana Tai Chi, khususnya di komunitas kita ini.

TAI CHI CHUAN APA ADANYA, APA SAJA ADA (Menjawab Pertanyaan)
Tak disangkal, awalnya nama Tai Chi Chuan (‘pukulan’ Tai Chi) adalah nama untuk beladiri yang didasarkan pada filosofi keseimbangan alam semesta. Tai Chi juga bersifat literer, karena memiliki sumber tertulis, mulai dari Tao Te Jing, hingga Taijiquan Lun karya pendekar Wang Zong Yue. Tapi sebagai beladiri, unsur filosofis tidak bisa lepas sedikitpun, bahkan sangat kuat terlibat. Tai Chi sendiri berarti “keadaan mutlak”, The Supreme Ultimate, akhir (kondisi) yang paling baik, “ketinggian dan kedalaman”, dan Tai Chi mempunyai inti berupa keseimbangan dari Yin dan Yang. Sebagai beladiri, Tai Chi adalah teknik bertarung yang – menurut sejarah maupun legenda – mengungguli ilmu beladiri lain di seantero China. Namun tentunya sesuatu yang tinggi tidak mudah untuk dicapai. Jadi meskipun sekarang adalah jaman serba instan, tapi tidak ada cara instan untuk mampu menguasai beladiri Tai Chi.
Apakah untuk menguasai beladiri, guru kita harus seorang pendekar? Apa tolok ukur dari pendekar, mampu membela diri (secara demonstratif)? Atau sering bertarung dan telah mengalahkan banyak orang? Dalam latihan kungfu tradisional China, dikenal tiga hal pokok yaitu metode, teknik, dan kerja keras. Untuk menguasai teknik kita harus berusaha keras berlatih sesuai dengan cara/ metode yang tepat. Kungfu sendiri secara harfiah adalah sebuah istilah yang artinya “hasil dedikasi dan kerja keras dalam waktu lama” sehingga kungfu tidak selalu berada dalam ranah beladiri. Dalam mempelajari baik kungfu maupun Wu Shu (seni bertarung) seorang murid didahulukan memiliki Wu De (moralitas) sehingga mampu ber welas asih dan menghormati orang lain, dimulai dari menghormati dirinya sendiri dengan menjaga diri, tekun berlatih, dan tidak bermalas-malasan. Menghormati guru juga aspek penting dalam pendidikan tradisional, guru di Tiongkok kuno dianggap lebih mulia daripada orangtuanya sendiri. Selain menghormati diri dan orang lain, seorang murid haruslah menjadi penolong dan penuh welas asih terhadap sesama. Sebab menjadi pendekar bukan hanya soal mampu menyelamatkan diri dan mengalahkan orang lain, melainkan juga bagaimana menolong orang lain, sekalipun itu berarti harus mengalahkan diri sendiri dulu (tidak menindas orang lain). Jadi, intinya, tujuan dari menguasai beladiri mestinya bukan sekedar mencari kecocokan apalagi selera, misalnya ketika seseorang suka dengan beladiri yang brutal maka dia tidak akan suka dengan tipe lembut, dan sebagainya.
Mengaitkan beladiri dengan keyakinan atau agama, juga bukan hal yang bijak. Mari anggap Tai Chi Chuan sebagai sebuah “aktivitas”, bukan sekedar latihan beladiri. Bila ternyata secara turun-temurun ataupun ilmiah telah terbukti bahwa berlatih Tai Chi menyembuhkan penyakit, menyehatkan badan, dan lainnya, tetaplah tidak bijaksana jika kita mempunyai tendensi khusus. Sebab Tai Chi itu ibarat madu, ia boleh digunakan untuk pengobatan atau kecantikan, namun ia tetap harus diterima sebagai madu secara utuh. Aktivitas berlatih Tai Chi tetap harus menggunakan metode dan membutuhkan kerja keras untuk menggapai teknik yang benar, meski dalam pembatasannya, praktisi yang berlatih untuk kesehatan mungkin tidak dilatih/ berlatih combat training dan hanya melakukan Taolu sebagai senam saja. Lagipula, masalah apakah di dalam latihan Tai Chi ada energy ‘ghaib’ bernama chi, atau fakta bahwa harus mendalami falsafah yang berasal dari keyakinan Taoisme, tidak perlu dibenturkan dengan keyakinan keagamaan yang sempit. Justru dengan memahami Tai Chi, seseorang bisa menemukan pandangan yang lebih luas terhadap aspek spiritualnya. Tai Chi mengajari untuk sabar, telaten, dinamis, adaptif, dan juga progresif. Melalui apa? Tentu melalui aktivitas latihannya, gerakannya yang lembut dan harus dilakukan perlahan, halus, dan berkesinambungan. Pengaruh pernapasannya yang mendalam juga memberi kontribusi dalam psiko-fisik-spiritual. Sebab kekhusyukan beribadah juga terkait dengan keadaan psikis maupun fisik, baik itu soal syaraf, aliran darah, irama jantung, dan lainnya.
Tai Chi sebagai olahraga masyarakat sebenarnya merupakan hal yang gampang-gampang susah. Dari awalnya, Tai Chi adalah beladiri yang dilahirkan di tengah-tengah kekhusyukan meditasi para Taois. Bahkan sampai kini ada yang memang menggunakan latihan Tai Chi sebagai sarana menggembleng diri dalam spiritualitas, seperti Yoga atau Samadhi. Namun Tai Chi sendiri, sejak dikembangkan di luar lingkungan Taois, lalu digubah dan diperkenalkan sebagai senam massal, telah tumbuh secara berbeda dan mempunyai tempat tersendiri. Ironisnya, meski secara empiris dan medis telah banyak yang menyatakan pengaruh latihan Tai Chi dalam mengobati penyakit/ menyehatkan badan, namun masih sulit untuk menjadi populer. Reputasinya dalam dunia kedokteran masih kalah dengan banyak sentiment seperti etnis, keyakinan, dan tidak mampu merebut hati masyarakat yang terlebih dulu terikat dengan popularitas lain. Misalnya saja, di suatu daerah, kebanyakan orang sentiment terhadap etnis Tionghoa, menjadikan olah raga ini dipandang sebelah mata. Sebaga bela diri ia kalah populer atau kalah toleransi dibandingkan beladiri dari Jepang dan Korea. Kadang juga ada sentiment nasionalisme yang menolaknya karena dianggap bukan budaya lokal, sedang budaya lokal dianggap lebih patut di apresiasi. Keyakinan agama tertentu (yang sempit) juga menuduh Tai Chi mempromosikan agama Taoisme, perlahan menggeser keyakinan agama yang lebih dulu dipeluk. Atau, minimalnya, ada aspek tertentu yang dianggap tidak sesuai dengan aspek dalam keyakinan agamanya, semisal tenaga ‘chi’ dianggap kuasa kegelapan, dsb.
Tak kenal, maka tak sayang. Komentar bahwa Tai Chi gerakannya lamban – tidak seperti senam aerobik – sehingga tidak akan berkeringat, menandakan bahwa si pemberi komen adalah orang yang tidak tahu Tai Chi sama sekali. Jelas bahwa perbedaan konsep kesehatan akan mempengaruhi pandangan terhadap aktivitas kita. Apalagi jika pandangan itu adalah soal keren atau tidak keren, membandingkan antara Tai Chi dari China dengan Taekwondo dari Korea, atau Karate Jepang. Jika alasan seseorang suka Taekwondo karena ia demam K-Pop dan drama Korea, seperti suka produk budaya Jepang yang bermula dari Anime, maka itu jelas salah kaprah. Ini bukan semata soal budaya atau etnis mana yang sedang dianggap keren. Lebih tepatnya, ini adalah soal pemahaman dan bukan perasaan semata-mata. Namun seberapapun hebatnya Tai Chi dalam penyembuhan penyakit atau beladiri, tetap Tai Chi hanyalah alat untuk digunakan, jalan untuk dilalui, bukan dewa penyembuh atau obat instan sekaligus senjata super. Tai Chi bagi praktisinya, adalah sebuah gaya hidup seperti halnya mandi, gosok gigi, atau pola makan. Kita lakukan latihan Tai Chi karena dengan begitulah Tai Chi berguna untuk kita. Bukan karena hal itu keren atau tidak keren lantas dilakukan atau tidak. Jadi, bagi yang sudah mengenal Tai Chi, rasa suka memang ada, tapi bukan karena suka itulah maka melakukan latihan Tai Chi.

As one tai chi master was fond of saying, “Everybody wants to be healthy, only some people want to learn how to fight.”Those who do want to learn how to fight using tai chi should be aware that to be successful demands copious hard work. It also requires the willingness to persevere through frustrations and disappointments, both physical and emotional, just as is required of any successful high achiever in any competitive athletic, business, artistic, or intellectual endeavor. (Bruce Frantzis; The Eight Principles of Tai Chi Chuan)

Aslinya, Tai Chi dikenal di Tiongkok bukan karena aspek kesehatannya, melainkan dari keunggulannya dalam mengimbangi beladiri lain. Akan tetapi sebagamana seorang master Tai Chi pernah berkata, “setiap orang ingin menjadi sehat, hanya beberapa yang ingin belajar bertarung”.   

Sesiapa yang ingin belajar bagaimana bertarung cara Tai Chi harus menyadari perlunya kerja keras. Juga, diperlukan kemauan untuk melalui masa-masa frustasi dan kekecewaan, baik secara fisik maupun emosional, sebagaimana yang diperlukan untuk mencapai kesuksesan atau prestasi lain dalam berbagai bidang kehidupan ini.
Jadi, lebih baik kita berniat berlatih Tai Chi untuk kesehatan fisik dan mental meskipun tidak menolak bahwa ini adalah aktivitas latihan bertarung/ bela diri. Daripada sakit mental karena terus terbayang keinginan untuk menjadi jagoan, mengalahkan seseorang dalam pertarungan, atau selalu was-was karena takut terlibat dalam pertarungan, akhirnya kondisi mental tidak damai dan tidak jadi bisa berlatih secara proper. 

Jika Terpisah dari Sang Guru

Tetap latihan!
Itu yang mestinya kita lakukan jika kita harus kehilangan guru atau pelatih Tai Chi kita karena pindah alamat, mutasi kerja, dan sebagainya. Meskipun kita belum bisa, belum hafal, atau baru beberapa kali latihan, tapi tetap saja ada yang bisa dilakukan "secara Tai Chi"... mari tengok yang berikut ini:

GAYA HIDUP
Hal pertama yang harus dipahami adalah bahwa Tai Chi mesti dijadikan gaya hidup seperti mandi, gosok gigi, atau bahkan makan. Jadi bukan hanya tanyakan diri sendiri, "sudah mandi belum?" tapi juga, "Sudah latihan Tai Chi belum hari ini?", begitulah mestinya.

LATIHAN TANPA JURUS
Dalam sesi latihan formal, biasanya kita diajak melakukan rangkaian gerak tertentu seperti 37, 24, 16, Dong Yue, dan lainnya. Tapi bila kita masih "newbie" dan belum paham apapun itu (apalagi urutannya apa saja), kita bisa tetap berlatih. Caranya? lakukan gerakan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip berikut ini:

1) Grounding (mendekati tanah)
Tujuan dari aneka kuda-kuda Tai Chi selain mengoper berat badan adalah 'grounding' yaitu lebih mendekat ke tanah. Lakukan gerakan dengan langkah perlahan, mengoper berat badan dari satu kaki ke kaki satunya bergantian. Grounding lebih enak untuk melatih perpindahan berat badan dengan langkah.

2) Bandul gravitasi
Dalam latihan Tai Chi postur badan harus tegak dalam artian "tidak bersandar", jadi berat tubuh seolah diilustrasikan seperti bandul yang tegak lurus ke bumi di lingkar dalam badan. Maksudnya, kita seolah hanya akan jatuh terduduk jika harus jatuh, karena arah jatuhan (arah bandul) ialah di dalam lingkar area tubuh. Jika berat badan diarahkan ke luar tubuh (seperti kita sedang bersandar di tembok) maka kita akan jatuh "ke luar" jika sandarannya hilang. Jadi kemanapun kita melangkah atau bergerak, kita akan bergerak seperti gelas berisi air yang bergeser-geser di atas meja. Tidak terhuyung-huyung seperti pohon tertiup angin.

3) Gerak sesuai napas
Tai Chi adalah latihan pernapasan sambil bergerak, bahkan berjalan. Gerakan yang kita lakukan adalah alami bersamaan dengan napas. contoh, saat tangan mengarah ke dalam tubuh (ditarik) maka napas juga ditarik. Saat tangan ke arah luar tubuh, napas dihembus.Lakukan gerakan demi gerakan sebagai pergantian antara napas tarik dan hembus. 

4) Pelan dan tidak memaksa
Jangan 'ngoyo' alias maksain diri, dalam menggerakkan otot tidak boleh sampai tegang/ meregang, napas tidak ditekan saat menarik ataupun menghembuskannya. Gerakan harus pelan dan dinikmati betul sebagai relaksasi. Jika Anda menirukan gerakan tertentu dari siapapun, pastikan tidak ada otot yang menjadi over atau tegang. Lebih baik gerakan sederhana saja seperti melambai-lambaikan tangan. 

5) Qi Gong (Chikung) saja bila tetap tak yakin
Gerakan paling mudah adalah mendorong gunung, mendorong telapak, Rufeng Sibi, menutup pintu. Jika kita tak yakin dengan apa yang akan kita lakukan, lakukan saja gerakan menarik kedua tangan ke dada sambil tarik napas lewat hidung, lalu pelan dorong kedua tangan ke depan sambil hembuskan napas. Lakukan berulang-ulang. Kalau ingin dengan langkah, bisa coba Ye Ma Fen Zong (memilah surai kuda) seperti pada awalan Tai Chi 24 gaya. langkahkan kaki pelan, lalu pindahkan berat badan ke kaki depan sambil menjulurkan satu tangan yang berlawanan dengan kaki (kalau kaki kiri-tangannya kanan, dsb). Lakukan bergantian dengan napas.

BACA BUKU, NONTON VIDEO, LATIHAN
Sebagai newbie, sangat disarankan kita memiliki buku atau video gerakan Tai Chi. Pilih saja sesuai kebutuhan, yang gerakannya mudah diikuti seperti 8 gaya, 24 gaya, Dong Yue, atau sesuaikan dengan tempat berlatihnya dulu di aliran apa. Tai Chi bisa dilakukan di kantor saat sedang duduk sekalipun. Selamat berlatih!!

Latihan Tai Chi untuk Stress dan Obesitas

Ada yang bertanya pada saya, apa dengan berlatih Tai Chi bisa menguruskan badan. Kebetulan saya susah menjawabnya karena waktu itu saya belum berpikir mengenai obesitas. Meski faktanya beberapa bapak-bapak yang berlatih dalam beberapa minggu, lingkar perutnya mengecil alias tidak lagi buncit. Tapi mari kita tengok dulu soal obesitas (kegemukan) dan bagaimana Tai Chi berefek pada kondisi ini.

Obesitas bisa diderita (karena ini membuat penderitaan jadi saya tulis 'diderita') oleh semua orang mulai dari anak-anak hingga dewasa & lansia. Penyebabnya bermacam-macam, ada yang dari faktor genetik, pola makan, gaya hidup kurang bergerak, kondisi mental (stress, depresi) atau adanya penyakit tertentu. Secara genetis, ada tipe metabolisme dari orang tertentu yang menyebabkannya mudah menumpuk cadangan makanan di tubuh, dan ada yang sebaliknya. Makanya ada yang berkata kalau orang tertentu mudah gemuk, ada pula yang meski makan seperti apapun tetap kurus. Ada juga yang mulai mengalami gemuk ketika umur tertentu sehingga sebelum umur itu makan apapun tetap saja kurus.

Sebab yang paling umum adalah pola makan. Makanan yang banyak mengandung kalori dan lemak dipercaya sebagai penyumbang naiknya angka kegemukan. Tapi ternyata penelitian dari tahun 1971 - 2000 di Amerika Serikat menunjukkan bahwa makanan manis atau berkarbohidrat tinggi lebih cepat menyebabkan kegemukan ketimbang makanan berlemak. Meskipun, setiap ras atau bangsa mempunyai kebutuhan kalori yang berbeda disertai tipe metabolisme yang juga beda satu sama lain. 

Suku Masai di Afrika memiliki pola makan banyak lemak dan kolesterol, tapi mereka tidak mengalami obesitas dan tetap sehat. Sebab memiliki gaya hidup banyak bergerak. Gaya hidup mempengaruhi bagaimana kita menanggapi asupan karbohidrat dan lemak. pada masyarakat perkotaan yang kebanyakan duduk, maka asupan yang mengandung karbohidrat dan lemak tidak akan banyak diserap sebagai energi, tapi justru disimpan dalam tubuh. Ini juga meningkatkan resiko penyakit-penyakit seperti diabetes mellitus dan menurunnya kesuburan. 

Penyakit fisik dan mental tertentu dan obat-obatan yang digunakan untuk menanganinya juga dapat meningkatkan risiko kegemukan. Penyakit medis yang dapat meningkatkan risiko kegemukan mencakup beberapa sindrom genetik yang langka, dan juga beberapa kelainan atau kondisi bawaan seperti hipotiroidisme, sindrom cushing, defisiensi hormon pertumbuhan, dan gangguan (pola) makan (misalnya: ngemil atau makan di malam hari).

Untuk menangani obesitas, maka kita harus memperhatikan pola makan dan jenis makanan (asupan). Makanan berserat (sayur & buah) sebaiknya dikonsumsi sebelum makan karbohidrat pokok. Hindari makan beberapa jenis makanan sekaligus misalnya santan dengan nasi dan kulit ayam (biasanya pada opor ayam). Perbanyak minum air putih, hindari begadang, dan jangan sampai stress.

PERANAN TAI CHI
Memperoleh berat badan ideal (dan bentuk ideal) bisa dilakukan dengan pengaturan pola makan dibarengi dengan olahraga. Tapi ketika seseorang dilanda stress, pola hidupnya biasanya menjadi kacau. Para ahli medis menyarankan untuk menjaga olahraga secara rutin, dan menekankan beberapa alternatif yang justru penting seperti latihan relaksasi, yoga, atau Tai Chi. Latihan Tai Chi dengan segala paketnya mereduksi stress dan memberikan relaksasi syaraf dan otot tubuh. Selain itu dengan pernapasan (Qi Gong) dalam gerakan-gerakan Tai Chi, tubuh akan membakar kalori yang cukup banyak. Latihan Tai Chi 30 menit setara dengan main golf 3 jam. Dengan terbakarnya kalori melalui latihan ini maka gaya hidup kurang bergerak bisa dikurangi efek negatifnya. Namun perlu diingat bahwa pola makan harus tetap dikontrol. Lebih jauh, pada beberapa perguruan Tai Chi yang agak "ekstrem", anggotanya disarankan untuk beralih menjadi vegetarian supaya arus chi menjadi lancar. Sebab protein hewani diyakini menimbulkan sumbatan-sumbatan di titik-titik tertentu dalam tubuh. Konsumsi makanan berserat - tidak harus vegetarian - memang harus banyak. Latihan Tai Chi akan secara efektif mampu menjadikan berat badan ideal jika program latihan sejalan dengan program diet. Tolong diingat bahwa diet di sini bukan berarti mengurangi makan melainkan memelihara pola makan yang lebih sehat, dari bahan makanannya, cara makannya, hingga jumlahnya. Selamat berlatih dan menjadi lebih sehat.

Setelah Latihan Tai Chi Kok Sakit?

Pertanyaan ini kadang muncul di tengah diskusi tentang gerakan yang benar. Apakah Anda mengalami sakit lutut setelah latihan? Atau sekedar mengantuk seusai latihan? Atau ada keluhan lain yang mungkin berhubungan dengan penyakit yang sedang diterapi? Mari kita simak!

Ketika awal belajar Tai Chi atau melakukan senamnya, hal yang paling sering terasa adalah lutut terasa sakit. Rasa sakit itu bervariasi, mulai dari linu-linu kecil hingga sakit seperti meradang. Saran saya, jika mulai terasa sakit, hentikan latihan dan istirahat dengan duduk meluruskan kaki (selonjor). Tidak usah dipijit-pijit atau dipegang-pegang. Biarkan saja beberapa menit. Mengenai lutut ini ada beberapa kasus, pertama ialah salah gerak. Dalam gerakan Tai Chi, lutut tidak boleh melebihi ujung jari kaki, terutama pada kuda-kuda gong bu (langkah panjang), dan berat badan harus berada pada poros tubuh, jangan keluar tubuh (seperti bersandar). Jika kita memposisikan berat badan seperti sedang bersandar di tembok, maka kemungkinan lutut akan lebih jauh ke depan melebihi ujung jari kaki sehingga kehilangan kekuatannya untuk menahan bobot badan. Ini menyebabkan lutut sakit. Pelatih Tai Chi yang kompeten pasti akan mengingatkan Anda mengenai kesalahan fatal ini. 
http://www.phoenixdragonkungfu.com/images/shaolingraphics/bowandarrow.JPG

Kasus kedua adalah bahwa lutut ikut “dipuntir” oleh gerakan tubuh. Jika kita melakukan gerakan berputar, maka semestinya poros (pinggang) yang bergerak, bukan bahu, badan, apalagi menyeret lutut. Lutut hanya digunakan untuk menahan beban penekanan, bukan menahan beban sambil dipuntir. Ini bisa menyebabkan cedera lutut permanen, dan ironisnya hal ini biasa terjadi pada mantan atlet wushu. 

Akan tetapi, keluar dari kedua kasus diatas, ternyata lutut tetap bisa sakit setelah latihan Tai Chi. Penyebabnya adalah kaki melakukan penyesuaian dengan gerakan Tai Chi. Gerakan senam Tai Chi  mampu mengakses dan mengaktifkan fungsi-fungsi persendian yang tidak terakses dengan gerakan sehari-hari. Biasanya awal-awal latihan seseorang akan merasa sakit setelah latihan berakhir, tapi tidak terlalu sakit sehingga tak perlu khawatir. Itu adalah sebagai bentuk penyesuaian tubuh dan reaksi dari terapi yang dijalani. Setelah beberapa saat berlatih, rasa sakit atau linu itu akan berpindah ke pinggang (Jawa: boyok).  Setelah rasa sakit pindah makin ke atas, rasa itu akan menghilang dan Anda akan merasa setiap latihan rasanya segar dan nyaman. 

Rasa (sakit) lain yang sering dikeluhkan adalah mengantuk. Wajar saja, olahraga pernapasan membuat aliran dalam tubuh Anda menjadi lancar. Setelah membakar kalori,tubuh  Anda akan membutuhkan waktu sejenak untuk mengoptimalkan kembali proses dalam tubuh. Apalagi dengan melakukan Tai Chi, gelombang otak diset pada gelombang alpha, tenang dan meditatif. Ditambah music (kalau ada) yang juga turut berpengaruh pada irama jantung dan syaraf. Jadi intinya, Latihan Tai Chi bukan hanya membuat tubuh melakukan relaksasi, tapi juga optimalisasi atau semacam “re-charge” energy. Makanya wajar kalau mengantuk itu sebagai bagian dari prose situ.

Hal yang paling penting dalam berlatih adalah lakukan secara teratur dan terukur, jangan melampaui batas atau berlebihan. Latihan yang rutin lebih baik daripada latihan berat. Ikuti trainer/ pelatih Anda dengan baik dan jangan sungkan-sungkan bertanya jika ada keluhan disana-sini. Selain itu imbangi dengan istirahat yang cukup dan pola makan yang sehat. Ingat, Tai Chi bukan hanya olahraga, tapi sebuah gaya hidup menuju sehat.

POHON CEMARA, THIO SAM HONG / ZHANG SAN FENG, & ASBABUN NUZUL TAI CHI


Kali ini iseng saya menulis tentang Asbabun Nuzul (Latar Belakang kelahiran/ sebab dari munculnya) Tai Chi Chuan di blog ini. Mungkin banyak sekali informasi dari internet yang menceritakan tentang apa itu Tai Chi, siapa penciptanya, atau seperti apa sejarahnya. Apakah hal ini penting atau tidak, minimalnya bisa jadi hiburan atau referensi.

Alkisah, pada sekitar abad ke-11 atau ke-12 Masehi, seorang anak berbakat memasuki Shaolin dan belajar ilmu kungfu/ wushu di sana. Entah karena terlalu berbakat atau karena sebab lain, dia ("diusir") dan disuruh meninggalkan perguruan Shaolin. Sebelum pergi, sang guru yang menjadi wali-nya sejak kecil menyerahkan satu gulungan kitab berisi ajaran Tao. Waktu itu Sang Guru berpesan, barangkali engkau tidak berjodoh dengan ajaran Buddha, maka ajaran ini (Tao)lah yang cocok denganmu. Setidaknya kitab ini bisa membantumu lepas dari kejenuhan dengan membacanya.

Kitab pelipur lara itupun dibawa sang mantan bhiksu ke dunia luar. Dia bertualang dan bertemu berbagai macam orang serta bertarung dengan berbagai pendekar hingga akhirnya tiba ke Gunung Wudang (Butong, kini termasuk propinsi Hubei, RRC). Di kuil Wudang ia belajar Taoisme dan memperdalam Nei Kung (ilmu pernapasan). Tapi darah pendekarnya tetap menjadikannya mengisi hari-hari dengan pikiran tentang beladiri dan pertarungan. Hingga suatu saat di musim dingin, ia melihat sebuah pohon cemara. Dalam hujan salju, pohon itu tetap berdiri tegak menghijau dan tak satupun rantingnya patah. Padahal umumnya di musim gugur, semua pohon menggugurkan daunnya, dan banyak ranting yang patah karena tidak kuat menahan tumpukan salju. Ia memperhatikan bahwa tumpukan salju di pohon cemara selalu jatuh ke bawah. Mula-mula rantingnya membengkok ke bawah mengikuti berat dari salju  yang menumpuk di atasnya itu. Lalu hingga salju terlalu berat untuk ditampung, ranting itu dengan elastisnya "melepas" tumpukan salju ke tanah lalu kembali lagi tegak seperti semula, siap menerima jatuhan salju berikutnya. Elastisitas, itu yang pertama ia pikirkan melihat fenomena pohon cemara.

Pendekar ini terus berpikir, bahwa dalam dunia pertarungan, memang terjadi sebuah fenomena umum. Dimana-mana yang kuat selalu menang, dan yang lebih cepat mengungguli yang lambat. Namun ia masih penasaran akan ajaran Tao mengenai harmoni, yang mengatakan bahwa kuat-lemah itu saling mengalahkan dan bisa membentuk harmoni. Akhirnya dengan merenungkan pohon cemara, ia menemukan makna dari kuat-lemah dan harmonisasi. Dalam pertarungan, bukan seberapa kuat atau seberapa cepat yang dibutuhkan, tapi keharmonisan. Mulailah ia mengakses lebih dalam ilmu Nei Kung yang dikuasainya dan menemukan bahwa aliran yang lemah di dalam tubuh bisa menjadi kekuatan. Air yang tak berwujud bisa menjadi ombak yang lebih berbahaya ketimbang batu karang. Ia mempelajari tentang keseimbangan, dengan mengamati alam, hewan-hewan seperti kura-kura, bangau, ular, ikan, dan lainnya, serta pepohonan. Sejak di Shaolin, ia sudah mempelajari ilmu dasar pertarungan yang konon diciptakan dari meniru konsep dan gerakan harimau melawan bangau. Konsep kuat dan lemah sebenarnya sudah ada sejak dulu, dalam Taoisme pun itu sudah mengakar, hanya saja waktu itu masih berupa konsep dan keyakinan belaka. Akhirnya pendekar ini mentransformasikan konsep-konsep itu ke dalam bentuk ilmu gerak dan beladiri. Kemudian mencocokkan dengan istilah pada Kitab Perubahan, harmonisasi beladiri ini disebut "tinju Tai Chi" (Tai Chi Chuan). Pendekar ini kemudian dikenal dengan nama Zhang Sanfeng atau dalam dialek selatan disebut Thio Sam Hong.

Entah bagaimana bermulanya atau bagaimana Zhang Sanfeng memperkenalkan Tai Chi Chuan pada dunia persilatan (mungkin lebih tepat disebut Martial World), tapi ia dikenal orang sebagai pendekar tanpa tanding. Ia mengalahkan ratusan bandit (sekitar 200an) sendirian dengan tangan kosong, dan bahkan ditantang oleh berbagai pendekar - termasuk dari Shaolin - dan selalu menang. Ia menang bukan karena lebih kuat atau lebih kuat dari para pendekar yang kebanyakan lebih muda itu, tapi ia menang karena memang prinsip beladiri yang digunakannya mengungguli konsep kekuatan.

Suatu ketika, Zhang sanfeng kedatangan seorang penantang dari India, seorang Bhiksu, konon. Ia menantang adu tanding beladiri. Zhang Sanfeng waktu itu memiliki lima orang murid, dan mereka menghalangi sang bhiksu. Mereka mengatakan bahwa ia harus mengalahkan mereka berlima dahulu jika hendak menantang gurunya. Syarat di setujui, dan mulailah ia melawan satu per satu murid Zhang Sanfeng. Hari pertama, ia mengalahkan murid ke-lima, ke-empat, dan ke-tiga. Hari kedua, ia mengalahkan murid ke-dua. Hari ke-tiga, ia menghadapi murid pertama. Waktu itu sang murid tidaklah langsung melawannya dengan adu fisik. Ia mengatakan, "Anda pasti lelah selama dua hari ini menghadapi adik-adik saya. Mari duduk sini dan minum teh sebentar." Ajakan itu diterima dan mereka mulai duduk dan berdiskusi. Sang Murid menanyakan kenapa Sang Bhiksu ingin menantang gurunya. Jawabannya klasik, ingin mengalahkan yang katanya nomor wahid. Lalu Sang Murid bertanya lagi, kalau sudah menang mau apa dan untuk apa kemenangan itu. Setelah lama berdiskusi, bhiksu dari India tersebut justru mengaku kalah pada murid Zhang Sanfeng. Ia menyadari bahwa selama ini tujuannya berlatih beladiri telah salah. Ia kalah bukan karena ilmu bertarungnya melainkan soal kebijaksanaan hidupnya. Akhirnya ia kemudian pamit pada Zhang sanfeng dan kembali mendalami ajaran Buddha. Di sini kita petik pelajaran, bahwa beladiri bukan soal kekuatan saja tapi juga bagaimana menggunakan kekuatan itu (untuk apa). Ibarat pedang, harus ada gagangnya dan juga warangka (sarungnya).

Cerita lain, Zhang Sanfeng mempraktekkan gerakan Tai Chi sebagai latihan rutin setiap hari, dan ia mendapat manfaat kesehatan dan umur panjang. Legenda bahkan menceritakan bahwa ia hidup sampai tiga dinasti kerajaan yaitu Dinasti Song, Yuan, hingga pertengahan Dinasti Ming. Ia juga konon berpesan pada para muridnya agar mengajarkan dan menyebarkan Tai Chi bukan hanya untuk beladiri tapi utamanya justru untuk kesehatan dan umur panjang.

Zhang sanfeng memiliki banyak murid, dan di bawah penguasaan Ilmu Tai Chi, Wudang Bai (Butong Pay) berkembang menjadi perguruan beladiri yang tersohor mengimbangi Shaolin. Banyak orang mengatakan, Shaolin itu maskulin dan Wudang itu feminin. Bedanya, Wudang tidak terlalu asertif mengurusi dunia luar termasuk politik dan pemerintahan seperti halnya Shaolin.

Salah satu murid Zhang Sanfeng adalah Wang Zhongyue, yang kemudian menulis Kitab "Taijiquan Lun" yang berisi prinsip-prinsip dasar/ inti dari beladiri Tai Chi. Dari Wang Zhongyue ini Tai Chi berkembang ke luar Wudang hingga akhirnya mengangkat nama Chen Wangting sebagai pendekar dan pendiri Tai Chi aliran Chen. Generasi ke-6 aliran Chen yaitu Chen Changxing mengangkat murid seorang dari luar marga Chen yaitu Yang L'u Chan. Ia mendirikan Tai Chi aliran Yang. dari sinilah Tai Chi berkembang sebagai beladiri di kalangan masyarakat luas dan berbagai aliran.

Ilmu beladiri sempat terpuruk setelah terjadinya Perang Boxer (1899-1901) yang mengakhiri kekuasaan Dinasti Qing. Namun akhirnya pemerintah RRC mengangkat kembali Tai Chi sebagai olahraga masyarakat untuk kesehatan pada tahun 1956. Untungnya, para master Tai Chi dari berbagai aliran dan marga telah menjaganya hingga saat ini, tidak punah ditelah zaman. Bagaimana dengan Anda, tertarik pada Tai Chi untuk apa?