MENGHINDARI KONFLIK


Tai Chi Chuan termasuk ke dalam Wu Shu (ilmu bertempur). Arti sesungguhnya dari Wu Shu adalah “seni untuk tidak usah berperang”. Dalam mempelajari Wu Shu, seorang pendekar harus memiliki Wu De (moralitas). Hal ini bukan semata-mata karena orang yang punya kekuatan haruslah bijak menggunakan kekuatannya, namun karena inti dasar dari kekuatan haruslah sebagai energy potensial. Ibarat senjata, kekuatan itu untuk digunakan (bilamana perlu) dan bukan untuk diperlihatkan (to be useful, not to be visible). Sebab memperlihatkan kekuatan (pamer) sudah termasuk tindakan yang tidak bijak. Pamer kekuatan bisa mengundang niat buruk orang lain atau membuat orang berpikir sesuatu yang tidak semestinya, termasuk merusak kedamaian yang sudah ada. Maka dari itu, kebijaksanaan adalah bagaimana menjaga semua tetap baik. Jadi kebijakan selalu selaras dengan kebajikan.


Kita ambil contoh para master wu shu yang biasanya merendah seperti padi, makin berisi makin merunduk. Ketika Master Yip Man masih tinggal di Foshan, beliau menerima tantangan master lain dengan sembunyi-sembunyi. Diajaklah para penantang ke dalam rumah, ditutup pintu dan jendela, sehingga kalau mereka kalah tidak akan tersiar keluar. Hubungan baik harus dijaga dengan saling hormat-menghormati bukan karena kekuatan tapi sebuah visi-misi bersama yaitu mewujudkan kebaikan bersama. 

Master legendaries Zhang Sanfeng pun konon adalah orang yang sangat low profile, sampai-sampai tidak bisa dibedakan dari pencari kayu biasa yang berkeliaran di hutan. Beliau mengenakan jubah pendeta hanya di kalangan pendeta Wudang saja di dalam kompleks perguruan. Tapi di luar itu beliau keluyuran seperti orang biasa. Mungkin orang-orang yang menemuinya tak akan ada yang menyangka kalau si pencari kayu inilah pendekar kesohor yang mengimbangi para Bhiksu Shaolin.

Jika Tai Chi Chuan dianggap sebagai beladiri (dilatihkan secara bela diri) maka kita harus kembali kepada moralitas dasar perbeladirian tadi. Jikapun tidak, maka belajar filosofi tetaplah sesuatu yang mulia. Kebanyakan orang berpikir pragmatis bahwa latihan beladiri untuk menghajar orang yang berani-berani mengganggu dirinya, atau latihan Tai Chi sebagai senam supaya sehat saja. Kemudian menganggap dirinya terlalu tua atau terlalu bodoh untuk mengenal falsafah di balik ilmu yang dipelajarinya.  Padahal seandainya kita tahu, moralitas tidak didasarkan pada hafalan kata-kata bijak, melainkan proses yang kita lakukan dan yang membentuk kita lewat latihan rutin. Kita belajar kedisiplinan, ketekunan, dan membentuk kesabaran dari aktivitas latihan. Kita juga akhirnya hampir secara ajaib menumbuhkan sifat bijak, termasuk enggan berkonflik tetapi siap akan segala yang ada. Tidak panik, tidak ketakutan, tetap tenang dan jernih. Inilah yang dalam Tai Chi disebut sebagai ‘shen’ yaitu sebuah status ketenangan, kewibawaan, dan kesiapan yang tak tergoyahkan sebagai hasil dari proses latihan. Bukan semata berani karena merasa punya kekuatan, tetapi lebih kea rah ketenangan yang terjaga, ibarat energy potensial dari busur panah yang sedang ditarik. Shen akan diikuti dengan ‘sum’ yaitu kejernihan hati. Ibarat air jernih dalam wadah yang bersih, diaduk-aduk seperti apapun maka air itu akan tetap jernih. Inilah kondisi hati dan pikiran yang perlu dijaga dan hanya akan didapatkan lewat sebuah proses panjang penuh dedikasi dan kerja keras, yang kemudian disebut sebagai “kung fu”.

Jadi, jika ada yang bertanya apa tujuan dari Wu Shu khususnya Tai Chi? Jawabannya adalah “Kejernihan hati” yang menghilangkan semua konflik, seperti angin yang mengaburkan asap, atau air jernih yang melarutkan semuanya.

Posting Komentar