Pepatah mengatakan,”Kalahkanlah dirimu sendiri sebelum mengalahkan orang lain.” Hal itu nampaknya telah kehilangan arti di dunia post-modern ini. Dunia modern mengajarkan pada pencapaian materiil sehingga manusia hidup berdasarkan materialisme. Nilai-nilai itu kini telah membuat manusia menjadi “sakit”, karena ternyata materialisme tidak bisa menjawab permasalahan hidup manusia. Banyak orang kaya tapi sakit tak sembuh-sembuh atau tetap tidak bahagia. Kenapa? Karena ketenangan itu urusan batin, yang sifatnya non material. Bila berbicara tentang materi, akan disebut mengenai jumlah dan ukuran. Bahkan kualitas pun menjadi kuantitas karena nilai itu dihitung dengan angka. Di sini kompetisi atau kejadian ‘saling mengalahkan’ menjadi wajar dan menjamur. Ironisnya, manusia sebenarnya tidak tahu untuk apa mereka berkompetisi. Mungkin ada yang menganggap bahwa kita hidup mengalahkan orang lain (bersaing) dalam kekayaan misalnya, agar harapan hidup dan kebahagiaan lebih baik. Tapi nampaknya hal itu tidak terbukti. Orang kaya yang mati karena sakit pun banyak, kaya tapi tak bahagia pun banyak.
Berbeda dengan konsep modern, agama mengajarkan pada kita bahwa hidup ini hanya sementara, bahkan hanya tipuan, karena yang kita kejar sebenarnya bukan sesuatu yang materiil. Agama kemudian mengarahkan manusia untuk melakukan sesuatu yang sifatnya imajiner atau hanya berdasar keyakinan semata. Misalnya saja, siapa yang sudah membuktikan bahwa surga itu ada? Tapi dengan keyakinan akan masuk surga manusia mampu melakukan apapun termasuk mengorbankan dirinya sendiri. Bukanlah surga atau neraka yang Tuhan inginkan manusia untuk mendapatkan, melainkan menjadi apa manusia itu di hadapanNya.
Tuhan mengajarkan bahwa manusia hendaknya ‘berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat). Arti dari lomba sebenarnya adalah bersemangat, bukan pada menang atau kalahnya. Jadi Tuhan mengajarkan manusia untuk mengalami proses dengan kesungguhan hati. Sebab bila dititik beratkan pada menang-kalah, perlombaan itu kehilangan esensinya. Misalnya, kalau saya memberi sedekah Rp. 5000 pada seorang pengemis, maka saya akan kalah dengan orang yang sedekahnya lebih banyak, meski cuma lebih Rp.100. Dari sini mari kita ulas kembali, siapa sih sebenarnya ‘musuh’ itu? Kenapa kita harus mengalahkan sesuatu yang bukan diri kita? kenapa kita punya musuh?
Dunia ini pada awalnya kosong, kemudian seiring dengan adanya proses dan pergerakan maka terciptalah polarisasi (pengkutuban). Tuhan menciptakan dunia ini terdiri atas dua hal yang berbeda namun saling melengkapi, gelap-terang, siang-malam, pria-wanita, dll. Semua itu menghasilkan keharmonisan dan meski bertolak belakang, namun kedua pihak tidaklah saling menghancurkan tetapi saling menguatkan. Itulah ulasan dalam Yi Jing (Kitab Perubahan) yang mendasari konsep Yin dan Yang. Segala pergerakan yang menyimpang dari konsep keseimbangan ini menjadi tidak seimbang. Bila seseorang melakukan kompetisi, ia menempatkan dirinya dalam kondisi yang rapuh dan tak seimbang. Orang yang diam takkan mudah jatuh bila dijegal, tapi lebih mudah jatuh saat dia berjalan. Oleh karena itulah langkah terbaik adalah aksi-reaksi yang wajar. Bila tak ada aksi kenapa harus ada reaksi, begitu kiranya.
Saat seseorang berkompetisi, ia sebenarnya melakukan reaksi atas aksi yang tidak ada. Ia membuat seolah-olah energinya dicurahkan untuk menangani sesuatu yang besar. Maka terciptalah sosok ‘musuh’ yang harus dikalahkan. Padahal musuh itu sebenarnya tidak pernah kalah. Mari pikir, ketika kita berhasil mengalahkan seseorang dalam perkelahian, apakah kondisi menjadi seimbang kembali? Ataukah masih tersisa ‘sesuatu’ yang mengganjal? Kita tak pernah menang dari siapapun karena ‘diatas langit masih ada langit’, selalu akan bertemu sesuatu yang mengungguli kita. Jadi kita sebenarnya tak pernah menang dengan cara mengalahkan. Lalu siapa musuh itu sebenarnya?
Tai Chi Chuan berdasar pada konsep Yin Yang dalam Kitab Yi Jing, mengenali bahwa sebenarnya musuh itu tak lain adalah diri kita sendiri. Secara aplikatif, jika seseorang tak mampu menguasai dirinya sendiri, ia tak akan mampu menguasai orang lain. Orang takkan memahami dinamika orang lain tanpa memahami dinamika pada dirinya sendiri. Orang harus belajar menangani emosinya sendiri sebelum ia bisa menangani emosi orang lain. Dalam pertarungan pun, bila kita tidak menguasai keseimbangan tubuh sendiri, jika kita kalah dengan rasa takut dan panik, tidak mampu mengendalikan napas, tidak mampu fokus dan berkonsentrasi, maka justru kita yang jadi bulan-bulanan lawan kita, semua kemampuan pun jadi tidak bisa keluar. Demikian pula dengan emosi, sekuat apapun tubuh kita jika emosi mengalahkan kita, maka kita menjadi kehilangan keseimbangan dan mudah dijatuhkan. Itulah kenapa Tai Chi Chuan mengajak kita untuk berlatih mengalahkan diri sendiri sebelum mengalahkan orang lain, karena tanpa mengalahkan diri sendiri, mustahil mengalahkan orang lain.
3 komentar
permisi mas. mau tanya. cara daftar latihan taichi di sasana kandang menjangan krapyak gimana ya? minta petunjuknya dong. email saya : west_sakti@yahoo.com
ReplyTerima kasih sebelumnya
trimaksih mbk sangat membantu,
Replymudah mudahan bermanfaat,,
ReplyNikmati Bonus-Bonus Menarik Yang Bisa Anda Dapatkan Di Situs Kami LegendaPelangi.com
Situs Resmi, Aman Dan Terpercaya ^^
Kami Hadirkan 7 Permainan 100% FairPlay :
- Domino99
- BandarQ
- Poker
- AduQ
- Capsa Susun
- Bandar Poker
- Sakong Online
Fasilitas BANK yang di sediakan :
- BCA
- Mandiri
- BNI
- BRI
- Danamon
Ayo buktikan sendiri dan menangkan jutaan rupiah
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami
-BBM : 2AE190C9
-Loginsite : Legendapelangi.com
Posting Komentar